Edhie Kusmana, S.Ag, MM – Dalam kisah Lukman, Al-Qur’an memperlihatkan potret kepemimpinan ayah yang bijaksana bukan dengan kekuasaan, melainkan dengan hikmah dan kasih sayang.
Di tengah derasnya arus modernisasi dan tantangan zaman digital, banyak keluarga kehilangan figur ayah yang benar-benar hadir sebagai pemimpin dan pendidik. Tidak sedikit ayah yang kuat dalam bekerja, namun lemah dalam mendidik; hadir di rumah, tetapi tidak benar-benar dekat di hati anak-anaknya.
Dalam konteks ini, kisah Lukmanul Hakim dalam Al-Qur’an menjadi cermin penting tentang hakikat kepemimpinan seorang ayah. Surah Luqman ayat 12–19 menggambarkan sosok ayah yang bukan sekadar pencari nafkah, melainkan pendidik, pembimbing, dan pembentuk karakter. Lukman bukan nabi, bukan pula raja besar, namun kebijaksanaannya diabadikan Allah sebagai teladan lintas zaman.

1. Kepemimpinan yang Dimulai dari Tauhid
Lukman membuka nasihat kepada anaknya dengan fondasi ketauhidan:
“Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
Ayat ini mengajarkan bahwa kepemimpinan sejati dimulai dari iman dan arah spiritual. Seorang ayah tidak cukup hanya memastikan anaknya sukses secara duniawi, tetapi juga harus menuntun jiwanya agar hidup berporos pada nilai-nilai ketuhanan.
Di tengah dunia yang menuhankan harta dan popularitas, ayah seperti Lukman hadir untuk mengingatkan bahwa mengenal Allah dan menjaga akidah adalah fondasi utama kehidupan.

2. Kepemimpinan yang Lembut dan Dialogis
Gaya komunikasi Lukman sangat khas. Ia tidak memerintah dengan nada tinggi, melainkan memanggil anaknya dengan penuh kasih: “Ya bunayya” wahai anakku tersayang.
Bahasa ini mencerminkan kepemimpinan berbasis cinta, dialog, dan empati.
Dalam banyak keluarga, masalah muncul bukan karena kurangnya aturan, tetapi karena hilangnya kedekatan emosional. Lukman mengajarkan bahwa nasihat yang lembut dan penuh kasih akan lebih mudah meresap ke dalam jiwa anak daripada seribu kata yang diucapkan dengan marah.
Ayah sejati bukan yang paling berkuasa, tetapi yang paling didengar karena kebijaksanaannya.
3. Menumbuhkan Tanggung Jawab dan Keteguhan

“Wahai anakku, dirikanlah salat, suruhlah kepada yang ma’ruf dan cegahlah dari yang mungkar, serta bersabarlah atas apa yang menimpamu.” (QS. Luqman: 17)
Lukman menanamkan nilai tanggung jawab, keberanian moral, dan kesabaran dalam menghadapi kehidupan. Ia mendidik anaknya untuk berbuat baik kepada sesama dan tetap teguh dalam menghadapi ujian.
Kepemimpinan ayah yang ideal adalah ketika anak tumbuh mandiri, tangguh, dan berprinsip bukan sekadar patuh, tetapi sadar mengapa kebaikan harus diperjuangkan.
4. Menanamkan Etika dan Kesederhanaan
“Janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia dan janganlah berjalan dengan sombong di muka bumi ini.” (QS. Luqman: 18)
Nasihat ini sangat relevan di era media sosial, di mana banyak orang berlomba menampilkan kesempurnaan diri. Lukman menanamkan rendah hati, sopan santun, dan kesederhanaan.

Seorang ayah yang hidup dengan sikap sederhana dan hormat kepada sesama sedang memberi pelajaran nyata kepada anak-anaknya tentang makna kemuliaan. Nilai-nilai etika ini menjadi pelengkap bagi pendidikan spiritual — membentuk pribadi yang berakhlak dan berempati.
5. Ayah: Pemimpin yang Menuntun, Bukan Menguasai
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ayah bukan penguasa keluarga, tetapi penuntun menuju kebaikan. Ia bertanggung jawab atas kesejahteraan, pendidikan, dan arah moral rumah tangganya.
Kepemimpinan seperti Lukman menunjukkan bahwa keteladanan lebih kuat daripada perintah. Anak-anak belajar bukan hanya dari kata-kata, tetapi dari cara ayah mereka hidup.
Penutup
Lukmanul Hakim telah menunjukkan wajah sejati kepemimpinan seorang ayah yang berakar pada hikmah, tauhid, akhlak, dan kasih sayang.
Dalam setiap nasihatnya, tersimpan prinsip bahwa membimbing keluarga bukan soal kuasa, tetapi soal cinta dan tanggung jawab.
Keluarga yang dipimpin dengan hikmah akan melahirkan generasi yang berakhlak dan berjiwa pemimpin.
Sebagaimana Lukman mendidik anaknya dengan cinta dan iman, demikian pula ayah masa kini harus hadir bukan sekadar di rumah, tetapi juga di hati dan dalam nilai-nilai kehidupan anak-anaknya.
Tentang Penulis https://alhuffazh.or.id/tentang-ketua-yayasan/

Edhie Kusmana, S.Ag, MM, adalah pegiat social entrepreneurship dan pendidikan. Aktif dalam berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kepemimpinan keluarga berbasis nilai-nilai Islam.


