SECANGKIR KOPI DI LEMBAYUNG UNGU SENJA
Senja selalu punya caranya sendiri untuk menyapa hati. Di antara lembayung ungu yang menghias langit sore, ada secangkir kopi yang menemani renungan panjang tentang ukhuwwah, tentang persaudaraan yang melebihi ikatan darah, tapi ia ikatan aqidah dan ideologi yang kuat.
Di balik kepulan asap kopi, kita belajar bahwa persaudaraan sesama muslim bukan sekadar slogan yang terucap, melainkan jalinan hati yang menghangatkan. Seperti secangkir kopi yang pahit di awal namun meninggalkan rasa manis di ujung, begitu pula ukhuwwah. Terkadang, jalan menuju persatuan dipenuhi perbedaan dan ujian.
Namun, jika kita mampu saling memahami dan menerima, manisnya persaudaraan itu akan terasa mendalam. Persaudaraan dalam Islam adalah anugerah yang ditanamkan Allah dalam hati orang-orang beriman. “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” Q.S Al-Hujuraat: 10 Seperti senja yang tak akan sama setiap hari, begitu pula dinamika hubungan antarsesama.
Kadang ada awan mendung, kadang ada cahaya keemasan yang menerangi. Namun, esensi senja tetap indah, sebagaimana ukhuwwah yang selalu mulia jika dijaga dengan ketulusan. Saat kita duduk bersama menikmati senja, secangkir kopi bisa menjadi simbol penyatuan rasa. Tak peduli seberapa hitam warnanya, kopi tetap bisa dinikmati oleh siapa saja.
Begitu pula dengan ukhuwwah. Tak peduli perbedaan suku, warna kulit, atau budaya, persaudaraan dalam Islam melampaui batas-batas duniawi. Kita disatukan oleh satu kalimat: Laa ilaha illallah, Tiada Tuhan selain Allah saja. Secangkir kopi yang menghangatkan, sepahitnya ia tetap menyimpan kenikmatan, seduhannya di lembayung ungu senja ini kita seduh dengan harapan bisa menikmatinya pula sambil bertelekan di taman-taman syurga.
